BENARKAH VIRUS CORONA ITU TENTARA ALLAH ?
Jika yang dimaksud dalam pertanyaan itu bahwa Allah mengirimkan tentara-Nya yang berupa virus corona untuk membunuh ummat manusia yang tidak beribadah kepada-Nya (bangsa China) yang diduga melakukan penindasan dan untuk membela ummat manusia yang beribadah kepada-Nya (kaum muslim Uygur) yang diduga memperoleh penindasan, maka pernyataan itu adalah "salah besar" dan mengandung sentimen agama dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Tendensi seperti itu biasanya muncul dari faham radikalisme yang mengabaikan kemanusiaan secara universal.
Karena, jika waktunya Allah sudah menurunkan wabah penyakit yang menular dan meluas ke seluruh penjuru dunia (pandemi global), maka yang terjangkit hingga terbunuh tidak hanya kaum kafir, tetapi juga kaum mukmin, bahkan para ulama yang menjadi kekasih Allah juga terkena. Masak sih Allah mengirimkan tentara-Nya untuk membunuh kekasih-Nya sendiri?. Adilkah jika kiai yang soleh mati terbunuh virus corona, sementara si penjahat malah aman?. Pertanyaan ini sama dengan menggugat keputusan Allah Ta'ala yang bersifat absolut, haram diucapkan !.
Para pengarang kitab-kitab tarikh Islam seperti Imam Al-Waqidi menyebutkan data korban wabah Tho'un sbb:
A. Tho'un yang terjadi di Amwas, kawasan di negeri Syam, pada zaman Khalifah Umar, telah membunuh orang sebanyak 30.000 kaum muslimin, termasuk para sahabat yang pernah dekat dengan Nabi SAW ketika masih hidup.
Di antara sahabat yang wafat karena Tho'un:
1. Abu Ubaidah bin Al-Jarroh, pernah menjadi pengawal pribadi Nabi dan salah satu dari 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk surga,
2. Mu'adz bin Jabal, pakar ilmu fikih dan ilmu faroidl di kalangan sahabat. Dialah yang mengislamkan negeri Yaman,
3. Yazid bin Abi Sufyan,
4. Suhail bin Amr,
5. Dliror bin Al-Azwar,
6. Abu Jandal bin Suhail, dan sebagainya.
B. Juga disebut dalam kitab tarikh, para ulama yang wafat karena Tho'un di antaranya:
1. Imam Abul Aswad Al-Du'ali (wafat th 69 H), murid Imam Ali bin Abi Tholib Karramallohu Wajhahu, yang menjadi perumus ilmu Nahwu pertamakali.
2. Sayyid Murtadlo Al-Zabidi (wafat th 1205 H), pengarang kitab Syarah Ihya Ulumiddin yang berjudul "Ithaf As-Sàdah Al-Muttaqin".
3. Àliyah, Fatimah dan Zain Khotun, ketiga wanita ini adalah putri2 Imam Ibnu Hajar Al-Asqolàni (wafat th 853 H), pengarang kitab Fathul Bàri Syarah Shohih Al-Bukhori, Bulughul Marom Fi Adillatil Ahkàm dan banyak kitab lain. Gara-gara putrinya wafat karena diserang Tho'un, beliau mengarang kitab berjudul بذل الماعون في فضل الطاعون
Tetapi jika yang dimaksudkan adalah bahwa Allah sedang menampakkan diri (tajalli) melalui sifat-sifat Jalal-Nya seperti Al-Qowiyyu (Maha Kuat), Al-Matìnu (Maha Tangguh), Al-Qòdiru (Maha Kuasa), Al-Qohhàru (Maha Perkasa), Al-Jabbàru (Maha Memaksa), Al-Dlòrru (Maha Pemberi Madlorrot), Al-Mudzillu (Maha Menghinakan), Al-Mumìtu (Maha Mematikan) dsb, lalu Dia menciptakan makhluk terkecil bernama virus penyakit yang mematikan, yang kemudian membunuh secara massal hingga mengurangi populasi makhluk manusia sesuai kehendak-Nya, maka itulah yang "benar" karena hal itu merupakan "hukum sebab-akibat" dari Allah yang dalam istilah agama Islam disebut "sunnatulloh" dan dalam istilah agama Hindu disebut "hukum alam."
Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa virus yang mematikan itu merupakan siksa bagi kaum yang tidak beriman, tetapi merupakan rahmat bagi kaum yang beriman, sebagaimana dalam hadits di bawah ini:
عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أنها أخبرتنا أنها سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الطاعون فأخبرها نبي الله صلى الله عليه وسلم أنه كان عذابا يبعثه الله على من يشاء فجعله الله رحمة للمؤمنين فليس من عبد يقع الطاعون فيمكث في بلده صابرا يعلم أنه لن يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد، رواه البخاري
Dari Aisyah RA istri Nabi SAW, ia mengabarkan kepada kami bahwa ia bertanya kepada Rasulullah SAW perihal tha‘un, lalu Rasulullah SAW memberitahukannya: "Zaman dulu tha’un adalah siksa yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tiada seorang hamba yang sedang tertimpa tha’un, kemudian menahan diri di negerinya dengan bersabar seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang mati syahid,” (HR Bukhori).
Apa yang dimaksud "rahmat bagi kaum mukmin" dalam hadits di atas?. Iman Ibnu Hajar Al-Asqolàni dalam mensyarahkan hadits ini di dalam kitab Fathul Bàrì menjelaskan bahwa orang mukmin yang meninggal akibat virus yang mewabah atau tetap hidup tetapi bersabar dalam menghadapi virus, akan mendapat pahala yang sama dengan pahala orang yang mati syahid.
Dahulu pada zaman sebelum Islam, makhluk Allah berupa binatang telah menjadi tentara-Nya untuk mematikan kaum yang tidak beriman. Perhatikan dialog yang berasal dari kitab "Bada'iuz Zuhùr" karangan Imam Ahmad bin Iyàs di bawah ini:
Namrud: "Hai Ibrahim, bilang pada Tuhanmu, suruh turun Dia ke bumi untuk berperang melawan aku sebagai tuhan bangsa ini!".
Ibrahim bingung untuk menjawabnya, lalu bertanya kepada Allah. Allah meminta Ibrahim untuk memenuhi tantangan Namrud dan agar Namrud memilih tentara-Nya yang mana?.
Ibrahim: "Hai Namrud, Tuhanku siap berperang melawanmu. Kau pilih tentara-Nya yang mana?".
Namrud: "Tentara nyamuk!".
Seketika seluruh gumpalan awan di langit berubah menjadi hitam pekat. Rakyat Namrud mengiranya mendung tebal yang segera akan berubah menjadi hujan. Setelah mendekat ke bumi, ternyata kumpulan nyamuk ganas yang menyengat semua orang yang menuhankan Namrud hingga mati semua. Tinggallah Namrud sendirian, mengaku tuhan tapi ditinggal mati oleh para penyembahnya. Lalu datanglah seekor nyamuk pincang di depan muka Namrud. Dia menepuknya, tetapi nyamuk itu menghindar dan langsung masuk lewat lobang hidung Namrud dan terus masuk ke dalam kepalanya, hingga orang yang mengaku tuhan itu mati dibunuh oleh seekor nyamuk yang pincang. Jutaan nyamuk yang yang membinasakan Namrud dan para penyembahnya itu bisa dianggap tentara Allah.
Demikian juga, ketika Fir'aun dan para pengikutnya di Mesir dilanda angin topan yang merusak harta benda mereka, Fir'aun meminta Nabi Musa AS untuk berdoa kepada Allah agar menghilangkan bencana angin topan itu, dan berjanji akan beriman kepada Allah dan akan membebaskan Bani Israil, jika bencana telah hilang. Setelah bencana hilang, mereka tidak beriman, tidak membebaskan Bani Israil dan malah membohongi Nabi Musa AS, maka Allah menurunkan wabah belalang, lalu wabah kutu, kemudian wabah katak. Binatang-bintang berupa belalang, kutu dan katak itu bisa dianggap sebagai tentara Allah. Setelah berkali-kali membohongi Nabi Musa AS, maka Fir'aun dan para pengikutnya disiksa oleh Allah dengan ditenggelamkan di dalam Laut Merah.
Ada pertanyaan, apakah Allah menghendaki keburukan seperti adanya madlorrot, sebagaimana Allah menghendaki kebaikan seperti adanya maslahat?. Ulama Ilmu Kalam dari golongan ahlissunnah memberikan jawaban "ya", keduanya dikehendaki Allah. Terhadap keburukan, Allah menghendakinya tetapi tidak meridloinya. Adapun terhadap kebaikan, Allah menghendakinya dan sekaligus meridloinya.
Jika dahulu, makhluk-makhluk Allah yang remeh dan hina seperti binatang-binatang dikehendaki oleh Allah menjadi tentara dalam mendatangkan "madlorrot", maka sekarang, makhluk-makhluk Allah yang mulia seperti manusia, apalagi manusia yang beriman dan berilmu, apalagi pengikut Ahlissunnah Waljamaah, semoga dikehendaki oleh-Nya menjadi tentara yang bisa mendatangkan "maslahat", maslahat bagi siapa?, bagi seluruh makhluk-Nya, alias "rahmatan lil-àlamìn."
Wallohu A'lamu Bisshowàbi,
Oleh:
M. Danial Royyan
Karena, jika waktunya Allah sudah menurunkan wabah penyakit yang menular dan meluas ke seluruh penjuru dunia (pandemi global), maka yang terjangkit hingga terbunuh tidak hanya kaum kafir, tetapi juga kaum mukmin, bahkan para ulama yang menjadi kekasih Allah juga terkena. Masak sih Allah mengirimkan tentara-Nya untuk membunuh kekasih-Nya sendiri?. Adilkah jika kiai yang soleh mati terbunuh virus corona, sementara si penjahat malah aman?. Pertanyaan ini sama dengan menggugat keputusan Allah Ta'ala yang bersifat absolut, haram diucapkan !.
Para pengarang kitab-kitab tarikh Islam seperti Imam Al-Waqidi menyebutkan data korban wabah Tho'un sbb:
A. Tho'un yang terjadi di Amwas, kawasan di negeri Syam, pada zaman Khalifah Umar, telah membunuh orang sebanyak 30.000 kaum muslimin, termasuk para sahabat yang pernah dekat dengan Nabi SAW ketika masih hidup.
Di antara sahabat yang wafat karena Tho'un:
1. Abu Ubaidah bin Al-Jarroh, pernah menjadi pengawal pribadi Nabi dan salah satu dari 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk surga,
2. Mu'adz bin Jabal, pakar ilmu fikih dan ilmu faroidl di kalangan sahabat. Dialah yang mengislamkan negeri Yaman,
3. Yazid bin Abi Sufyan,
4. Suhail bin Amr,
5. Dliror bin Al-Azwar,
6. Abu Jandal bin Suhail, dan sebagainya.
B. Juga disebut dalam kitab tarikh, para ulama yang wafat karena Tho'un di antaranya:
1. Imam Abul Aswad Al-Du'ali (wafat th 69 H), murid Imam Ali bin Abi Tholib Karramallohu Wajhahu, yang menjadi perumus ilmu Nahwu pertamakali.
2. Sayyid Murtadlo Al-Zabidi (wafat th 1205 H), pengarang kitab Syarah Ihya Ulumiddin yang berjudul "Ithaf As-Sàdah Al-Muttaqin".
3. Àliyah, Fatimah dan Zain Khotun, ketiga wanita ini adalah putri2 Imam Ibnu Hajar Al-Asqolàni (wafat th 853 H), pengarang kitab Fathul Bàri Syarah Shohih Al-Bukhori, Bulughul Marom Fi Adillatil Ahkàm dan banyak kitab lain. Gara-gara putrinya wafat karena diserang Tho'un, beliau mengarang kitab berjudul بذل الماعون في فضل الطاعون
Tetapi jika yang dimaksudkan adalah bahwa Allah sedang menampakkan diri (tajalli) melalui sifat-sifat Jalal-Nya seperti Al-Qowiyyu (Maha Kuat), Al-Matìnu (Maha Tangguh), Al-Qòdiru (Maha Kuasa), Al-Qohhàru (Maha Perkasa), Al-Jabbàru (Maha Memaksa), Al-Dlòrru (Maha Pemberi Madlorrot), Al-Mudzillu (Maha Menghinakan), Al-Mumìtu (Maha Mematikan) dsb, lalu Dia menciptakan makhluk terkecil bernama virus penyakit yang mematikan, yang kemudian membunuh secara massal hingga mengurangi populasi makhluk manusia sesuai kehendak-Nya, maka itulah yang "benar" karena hal itu merupakan "hukum sebab-akibat" dari Allah yang dalam istilah agama Islam disebut "sunnatulloh" dan dalam istilah agama Hindu disebut "hukum alam."
Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa virus yang mematikan itu merupakan siksa bagi kaum yang tidak beriman, tetapi merupakan rahmat bagi kaum yang beriman, sebagaimana dalam hadits di bawah ini:
عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أنها أخبرتنا أنها سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الطاعون فأخبرها نبي الله صلى الله عليه وسلم أنه كان عذابا يبعثه الله على من يشاء فجعله الله رحمة للمؤمنين فليس من عبد يقع الطاعون فيمكث في بلده صابرا يعلم أنه لن يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد، رواه البخاري
Dari Aisyah RA istri Nabi SAW, ia mengabarkan kepada kami bahwa ia bertanya kepada Rasulullah SAW perihal tha‘un, lalu Rasulullah SAW memberitahukannya: "Zaman dulu tha’un adalah siksa yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tiada seorang hamba yang sedang tertimpa tha’un, kemudian menahan diri di negerinya dengan bersabar seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang mati syahid,” (HR Bukhori).
Apa yang dimaksud "rahmat bagi kaum mukmin" dalam hadits di atas?. Iman Ibnu Hajar Al-Asqolàni dalam mensyarahkan hadits ini di dalam kitab Fathul Bàrì menjelaskan bahwa orang mukmin yang meninggal akibat virus yang mewabah atau tetap hidup tetapi bersabar dalam menghadapi virus, akan mendapat pahala yang sama dengan pahala orang yang mati syahid.
Dahulu pada zaman sebelum Islam, makhluk Allah berupa binatang telah menjadi tentara-Nya untuk mematikan kaum yang tidak beriman. Perhatikan dialog yang berasal dari kitab "Bada'iuz Zuhùr" karangan Imam Ahmad bin Iyàs di bawah ini:
Namrud: "Hai Ibrahim, bilang pada Tuhanmu, suruh turun Dia ke bumi untuk berperang melawan aku sebagai tuhan bangsa ini!".
Ibrahim bingung untuk menjawabnya, lalu bertanya kepada Allah. Allah meminta Ibrahim untuk memenuhi tantangan Namrud dan agar Namrud memilih tentara-Nya yang mana?.
Ibrahim: "Hai Namrud, Tuhanku siap berperang melawanmu. Kau pilih tentara-Nya yang mana?".
Namrud: "Tentara nyamuk!".
Seketika seluruh gumpalan awan di langit berubah menjadi hitam pekat. Rakyat Namrud mengiranya mendung tebal yang segera akan berubah menjadi hujan. Setelah mendekat ke bumi, ternyata kumpulan nyamuk ganas yang menyengat semua orang yang menuhankan Namrud hingga mati semua. Tinggallah Namrud sendirian, mengaku tuhan tapi ditinggal mati oleh para penyembahnya. Lalu datanglah seekor nyamuk pincang di depan muka Namrud. Dia menepuknya, tetapi nyamuk itu menghindar dan langsung masuk lewat lobang hidung Namrud dan terus masuk ke dalam kepalanya, hingga orang yang mengaku tuhan itu mati dibunuh oleh seekor nyamuk yang pincang. Jutaan nyamuk yang yang membinasakan Namrud dan para penyembahnya itu bisa dianggap tentara Allah.
Demikian juga, ketika Fir'aun dan para pengikutnya di Mesir dilanda angin topan yang merusak harta benda mereka, Fir'aun meminta Nabi Musa AS untuk berdoa kepada Allah agar menghilangkan bencana angin topan itu, dan berjanji akan beriman kepada Allah dan akan membebaskan Bani Israil, jika bencana telah hilang. Setelah bencana hilang, mereka tidak beriman, tidak membebaskan Bani Israil dan malah membohongi Nabi Musa AS, maka Allah menurunkan wabah belalang, lalu wabah kutu, kemudian wabah katak. Binatang-bintang berupa belalang, kutu dan katak itu bisa dianggap sebagai tentara Allah. Setelah berkali-kali membohongi Nabi Musa AS, maka Fir'aun dan para pengikutnya disiksa oleh Allah dengan ditenggelamkan di dalam Laut Merah.
Ada pertanyaan, apakah Allah menghendaki keburukan seperti adanya madlorrot, sebagaimana Allah menghendaki kebaikan seperti adanya maslahat?. Ulama Ilmu Kalam dari golongan ahlissunnah memberikan jawaban "ya", keduanya dikehendaki Allah. Terhadap keburukan, Allah menghendakinya tetapi tidak meridloinya. Adapun terhadap kebaikan, Allah menghendakinya dan sekaligus meridloinya.
Jika dahulu, makhluk-makhluk Allah yang remeh dan hina seperti binatang-binatang dikehendaki oleh Allah menjadi tentara dalam mendatangkan "madlorrot", maka sekarang, makhluk-makhluk Allah yang mulia seperti manusia, apalagi manusia yang beriman dan berilmu, apalagi pengikut Ahlissunnah Waljamaah, semoga dikehendaki oleh-Nya menjadi tentara yang bisa mendatangkan "maslahat", maslahat bagi siapa?, bagi seluruh makhluk-Nya, alias "rahmatan lil-àlamìn."
Wallohu A'lamu Bisshowàbi,
Oleh:
M. Danial Royyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar